Para peserta menggunakan berbagai cara untuk menjaga emosi mereka supaya tidak keluar ketawanya. Ada yang memonyongkan mulutnya. Ada yang menggelembungkan pipinya. Ada yang memeletot-meletotkan bibirnya.
Saya jadi ingat dengan para bapak yang sedang diam-diaman dengan istrinya. Pulang kerja, langsung pasang muka datar. Jika berpapasan dengan istri, pura-pura melihat ke arah lain. Kemudian cari-cari kegiatan sendiri yang tidak seharusnya dilakukan. Sukur-sukur kalau rumahnya punya banyak ruangan, jadi bisa sendirian di ruangan yang tidak ada istrinya.
Repotnya kalau tiba hari minggu, harus ke gereja bareng istri. Kemudian si bapak bilang ke anaknya, “Bilang ‘cepat’ sama ibumu.”
Kemudian si anak bilang “Bu, kata bapak cepetan.”
Si ibu menjawab, “Sudah dengar !!”
Sudah berapa lama anda diam-diaman dengan istri anda? Satu hari? Tiga hari? Seminggu? Sebulan? Dua bulan? Setahun?
Pernikahan seperti apa yang anda jalani berdua?
Di dalam sakramen pernikahan, anda mengucapkan kata-kata ini:
“Saya berjanji setia kepadanya dalam untung dan malang dan saya mau mencintai dan menghormati dia seumur hidup.”
Kelihatannya anda berdua sedang dalam keadaan malang (tidak harmonis dengan pasangan) dan anda tetap setia (tiap hari pulang ke rumah). Tetapi nyata sekali bahwa anda tidak mencintai istri anda seumur hidup.
Apa sih yang anda pertengkarkan? Pasti istri anda yang salah, kan? Jadi sekarang anda sedang dalam tahap menghukum istri anda ya? Supaya dia sadar dan minta maaf pada anda?
Tahukah anda apa yang istri anda pikirkan sekarang? Anda yang salah. Dia sedang menghukum anda. Supaya anda sadar dan minta maaf padanya.
Mengapa ya anda bertindak menggunakan emosi? Marilah menggunakan logika. Anda itu adalah imam di dalam keluarga anda. Anda yang harus mencerminkan gambar Tuhan di dalam rumah tangga anda. ‘Tuhan’ seperti apa yang anda perankan? Harusnya anda memerankan Tuhan yang penuh kasih. Suami yang penuh kasih, tidak akan berlama-lama diam-diaman dengan istrinya.
Pertama-tama, Anda harus memaafkan istri anda.
Dan kedua, anda harus minta maaf pada istri anda. Minta maaf? ‘Minta maaf adalah tanda kelemahan’, begitu pikir anda. Anda salah. Minta maaf bukan tanda kelemahan. Minta maaf adalah tanda kebijakan. Orang yang bijak pasti bersikap rendah hati. Orang yang rendah hati, tidak mempermasalahkan bahwa dirinya harus minta maaf terlebih dulu.
Anda perlu berdoa dulu untuk proses perdamaian ini. Mohon Roh Kudus melingkupi hati, pikiran dan emosi anda, supaya mampu menjadi kepala keluarga yang bijak. Mohon Roh Kudus melembutkan hati istri anda, supaya anda dan istri anda dilingkupi cinta kasih untuk saling terbuka dan saling memaafkan.
HARI INI anda harus berdamai dengan istri anda. Allah Bapa menunggu anda menjalin lagi keluarga yang harmonis. Tanggung jawabnya ada pada anda, sebagai raja, imam dan nabi di dalam keluarga anda.
Tuhan Yesus mengasihi dan memberkati keluarga anda.
Salam,
Julius Saviordi
31 Mei 2013
http://www.priasejatikatolik.wordpress.com