Selasa, 13 September 2011 00:00 WIB
China — Jumlah penganut agama Kristen meledak di China. Sedikitnya ada 25 juta umat yang percaya akan kebesaran tiga Tuhan ini. 18 juta memilih Protestan dan enam juta memilih Katolik. Tak dapat disangkali, gereja yang ada di berbagai kota di China penuh di hari Minggu.
Di Beijing, Gereja The Haidian direnovasi kembali untuk mengatasi membludaknya jamaah setempat. Keberadaan Kristen di China selalu dikaitkan dengan imperialism Barat di Asia, khususnya di China. Akan tetapi dengan kemenangan komunis pada tahun 1949, para misionaris diusir dari berbagai tempat.
Menariknya, agama Kristen tetap dibenarkan di sejumlah gereja-gereja yang mendapatkan pengawasan khusus dari pemerintah. Gereja pun diminta tunduk pada Partai Komunis. Di sisi lain, Mao Zedong pemimpin komunis saat itu menganggap agama sebagai racun. Revolusi kebudayaan China dari Tahun 1960 juga turut memberantas keyakinan beragama tersebut.
Mao juga mempromosikan ateisme di sekolah-sekolah. Namun Kristen yang bertahan dari tekanan itu justru mendapatkan simpatisme tersendiri, khususnya dari masyarakat menengah ke bawah. Protestan dan Katolik dibagi menjadi gereja-gereja resmi dan tidak resmi. Katolik resmi menunjuk uskup Asosiasi Patriotik sendiri dan tidak diizinkan berhubungan dengan Paus.
Menariknya, di Barat Pegunungan Beijing tepatnya di Desa Hou Sangyu dimana Gereja Katolik sudah berdiri sejak abad ke-14 memiliki hubungan yang berbeda. Mereka memiliki biarawati sendiri dan terdengar kabar memiliki hubungan langsung dengan Paus.
Sementara itu, Gereja Protestan tumbuh subur bak jamur. Di Kota Beijing saja setidaknya terdapat lima Gereja Protestan yang masih-masing menampung lebih dari 1500 jamaah. Namun data-data ini tidak diakui oleh pemerintah. Nilai tambah dari gereja ini tak lain adanya kaula muda terpelajar yang memiliki kapasitas tertentu.
“Kami memiliki 50 profesional muda di gereja ini. Mereka sibuk dengan aktifitasnya,” ujar salah satu pengikut Kristiani.
Salah satu Filsuf terkemuka di China Profesor Dia Guanghi yang keseharian beraktifitas di Renmin University of Beijing menyebutkan, terdapat resistensi yang begitu tinggi di tengah-tengah masyarakat dengan kondisi sosial yang serba diatur. Maka ketika seseorang tidak puas dengan pemerintah dan kehidupan yang diciptakan oleh pemerintah itu sendiri, merekapun mencari hal baru yang berarti bagi hidup mereka.
“Sehingga ketika agama Kristen menjadi pilihan hidupnya, mereka akan menjaganya,” papar Dia. (Yul-BBC)
Di Beijing, Gereja The Haidian direnovasi kembali untuk mengatasi membludaknya jamaah setempat. Keberadaan Kristen di China selalu dikaitkan dengan imperialism Barat di Asia, khususnya di China. Akan tetapi dengan kemenangan komunis pada tahun 1949, para misionaris diusir dari berbagai tempat.
Menariknya, agama Kristen tetap dibenarkan di sejumlah gereja-gereja yang mendapatkan pengawasan khusus dari pemerintah. Gereja pun diminta tunduk pada Partai Komunis. Di sisi lain, Mao Zedong pemimpin komunis saat itu menganggap agama sebagai racun. Revolusi kebudayaan China dari Tahun 1960 juga turut memberantas keyakinan beragama tersebut.
Mao juga mempromosikan ateisme di sekolah-sekolah. Namun Kristen yang bertahan dari tekanan itu justru mendapatkan simpatisme tersendiri, khususnya dari masyarakat menengah ke bawah. Protestan dan Katolik dibagi menjadi gereja-gereja resmi dan tidak resmi. Katolik resmi menunjuk uskup Asosiasi Patriotik sendiri dan tidak diizinkan berhubungan dengan Paus.
Menariknya, di Barat Pegunungan Beijing tepatnya di Desa Hou Sangyu dimana Gereja Katolik sudah berdiri sejak abad ke-14 memiliki hubungan yang berbeda. Mereka memiliki biarawati sendiri dan terdengar kabar memiliki hubungan langsung dengan Paus.
Sementara itu, Gereja Protestan tumbuh subur bak jamur. Di Kota Beijing saja setidaknya terdapat lima Gereja Protestan yang masih-masing menampung lebih dari 1500 jamaah. Namun data-data ini tidak diakui oleh pemerintah. Nilai tambah dari gereja ini tak lain adanya kaula muda terpelajar yang memiliki kapasitas tertentu.
“Kami memiliki 50 profesional muda di gereja ini. Mereka sibuk dengan aktifitasnya,” ujar salah satu pengikut Kristiani.
Salah satu Filsuf terkemuka di China Profesor Dia Guanghi yang keseharian beraktifitas di Renmin University of Beijing menyebutkan, terdapat resistensi yang begitu tinggi di tengah-tengah masyarakat dengan kondisi sosial yang serba diatur. Maka ketika seseorang tidak puas dengan pemerintah dan kehidupan yang diciptakan oleh pemerintah itu sendiri, merekapun mencari hal baru yang berarti bagi hidup mereka.
“Sehingga ketika agama Kristen menjadi pilihan hidupnya, mereka akan menjaganya,” papar Dia. (Yul-BBC)