Pendahuluan
Singapura adalah sebuah negara-kota yang menurut statistik negara itu tahun 2008 berpenduduk 4,8394 jiwa. Dari jumlah tersebut, yang beragama Buddha 39,5 %, Kristen (Katolik dan Protestan) 17,5 %, Islam 13,9 %, Taoisme 8,5 %, Hindu 4 %, dan lain-lain 1,6 %. Di samping itu masih ada 14,8 % penduduk yang menyatakan tidak menganut agama apapun, yang disebut dengan kaum pemikir bebas (free thinkers). Tujuan tulisan ini adalah memaparkan sejauh mana pertumbuhan gereja di Singapura dan tantangan apa saja yang dihadapinya. Dengan demikian diharapkan kita – yang berada di Indonesia – dapat belajar hal-hal positif yang ada di sana, menyeleksinya dan menerapkan dalam pelayanan kita secara kontekstual sesuai dengan pimpinan Roh Kudus.
Namun sebelumnya akan dipaparkan dulu beberapa hakekat pertumbuhan gereja dan faktor-faktor penentunya sebagaimana dikemukakan oleh Alkitab dan ahli pertumbuhan gereja.
Hakekat Pertumbuhan Gereja
Menurut Donald M. Gavran, yang dikenal sebagai “Bapak Pertumbuhan Gereja”, pertumbuhan gereja adalah “segala sesuatu yang mencakup soal membawa orang-orang yang tidak memiliki hubungan pribadi dengan Yesus Kristus ke dalam persekutuan dengan Dia dan membawa mereka menjadi anggota gereja yang bertanggung jawab.” Dari definisi ini ada beberapa komponen penting pertumbuhan gereja, yaitu misi dan penginjilan serta pemuridan.
Dasar Alkitabiah Pertumbuhan Gereja
Alkitan sendiri, khususnya Perjanjian Baru memberikan dasar pertumbuhan gereja yang sangat kuat. Gereja atau Jemaat didirikan oleh Tuhan Yesus Kristus sendiri dan alam maut tidak akan menguasainya (Mat. 16:18). Gereja adalah persekutuan orang percaya, lahir pada Hari Pentakosta, di mana 120 orang murid dipenuhi oleh Roh Kudus di loteng Yerusalem (Kisah 2:1-13). Kemudian murid-murid tersebut memberitakan Injil Kerajaan Allah dan banyak orang menjadi percaya, mulai dari 120 orang menjadi bertambah 3.000 orang (Kisah 2:41), kemudian jumlah orang percaya terus bertambah (Kisah 2:47), bertumbuh menjadi lebih dari 5.000 orang (Kisah 4:4). Selanjutnya dari Jemaat di Yerusalem yang terus bertambah (Kisah 6:7), lalu berkembang ke seluruh daerah Yudea dan Samaria (Kisah 8:1), ke Fenisia, Sipus dan Antiokhia (Kisah 11:19), ke Makedonia, Filipi (Kisah 16:10), ke Roma, Italia (Kisah 28:30-31), dan terus bertumbuh dan berkembang ke seluruh dunia hingga kini.
Faktor-faktor Pertumbuhan Gereja
Peter C. Wagner sebagai salah seorang ahli terkemuka mengenai Pertumbuhan Gereja melakukan banyak penelitian dan ditemukanlah 7 (tujuh) faktor penentu yang menyebabkan sebuah Gereja bertumbuh dan berkembang. Faktor-faktor yang dimaksud adalah sebagai berikut:
(1) Kepemimpinan – khususnya Gembala Jemaat yang merupakan seorang yang berpikiran serba mungkin dan yang kepemimpinan dinamisnya telah digunakan untuk mengubah seluruh gereja agar bertindak demi pertumbuhan.
(2) Mobilisasi Jemaat – kaum kawan sekerja Allah (“awam”) yang dimobilisasi dengan baik (sehingga mau melayani sebagai pengerja, pengurus, bahkan menjadi Majelis) yang telah menemukan dan mengembangkan serta sedang menggunakan semua karunia rohani untuk pertumbuhan.
(3) Jangkauan Pelayanan – gereja menyediakan jangkauan pelayanan yang memenuhi kebutuhan dan harapan para anggotanya.
(4) Keseimbangan – adanya keseimbangan yang tepat dari hubungan yang dinamis antara perayaan (celebration), jemaat, dan kelompok sel.
(5) Homogenitas – keanggotaan yang diambil terutama dari satu unit homogen, namun tetap terbuka untuk semua orang,
(6) Penginjilan dan Pemuridan – menggunakan metode-metode penginjilan yang telah diuji untuk memuridkan.
(7) Prioritas – menyusun prioritas pelayanan menurut urutan Alkitabiah, yaitu: tanggung jawab kepada Kristus (Penginjilan), tanggung jawba kepada Tubuh Kristus (keterlibatan sosial), tanggung jawab kepada pekerjaan Kristus di dalam dunia (pelayanan sosial dan aksi sosial).
Faktor-faktor tersebut di atas bersifat umum dan saling berkaitan satu dengan yang lain. Kekuatan atau dominansi faktor-faktor di atas bisa berbeda di tempat yang satu dibandingkan di tempat yang lain pada waktu yang berbeda pula. Dengan kata lain, faktor-faktor pertumbuhan gereja bersifat kontekstual, sesuai konteks situasi dan kondisi setempat pada waktu tertentu.
Dalam perkembangan berikutnya, Peter Wagner mengamati ada beberapa ciri khusus pada gereja-gereja yang mengalami pertumbuhan secara spektakuler. Menurut hasil penelitiannya, ada 9 (sembilan) ciri gereja yang bertumbuh: (1) nama gereja yang baru, (2) struktur otoritas yang baru, (3) pelatihan kepemimpinan yang baru, (4) fokus pelayanan yang baru, (5) corak penyembahan yang baru, (6) bentuk-bentuk doa yang baru, (7) pengaturan keuangan yang baru, (8) penjangkauan yang baru, dan (9) orientasi kuasa yang baru. Semuanya berdasar pada kebenaran firman Tuhan namun dalam bentuk kemasan pelayanan yang baru.
Pertumbuhan Gereja di Singapura
Kekristenan pertamakali tiba di pantai Singapura segera sesudah pendirian Siangpura modern di tahun 1819. Dalam 6 bulan misionaris Protestan pertama tiba untuk melayani secara lokal, sedangkan imam Katolik Roma pertama datang di bulan Desember 1821 untuk melihat kemungkinan dibukanya pos misi, dan merayakan misa pertamanya di sana.
Kaum colonial saat itu menggunakan kebijakan resmi bersifat netral dan tidak ikut campur dalam soal keagamaan. Para misionaris mendirikan gereja dan pelayanan Kristen di Singapura. Mereka juga mendirikan organisasi kesejahteraan dan banyak sekolah misi yang kini termasuk seminari berkualitas sangat baik.
Pemimpin gereja setempat secara bertahap mengambil alih pelayanan para misionaris/ Sekolah Tinggi Teologia didirikan dan menghasilkan pemimpin gereja generasi berikutnya, dan terjadilah pertumbuhan yang luar biasa. Persentase orang Kristen bertumbuh dari 12,7 % di tahun 1990 menjadi 14,6 % di tahun 2000, dan menurut sensus tahun 2010 sudah menjadi 17,5 %.
Di Singapura, ada gereja-gereja yang bertumbuh secara spektakuler, dari gereja dengan jumlah anggota jemaat yang kecil menjadi megachurch, misalnya:
(1) City Harvest Church – didirikan pada tahun 1989 dan kini digembalakan oleh Rev. Kong Hee, memiliki 23.000 jemaat.
(2) New Creation Church – didirikan pada tahun 1984 dan kini digembalakan oleh Rev. Joseph Prince, berkembang dari 25 orang jemaat menjadi 16.000 orang jemaat.
(3) Faith Community Baptist Church – didirikan pada tahun 1986 dan kini digembalakan oleh Rev. Lawrence Khong, memiliki 10.000 jemaat.
(4) Trinity Christian Center – didirikan pada tahun 1969 dan kini digembalakan oleh Rev. Glen Stafford, berkembang dari 10 orang jemaat menjadi 5.500 orang jemaat.
Berikut ini adalah salah satu contoh beberapa strategi pelayanan yang pernah dilakukan oleh Rev. Lawrence Khong sekitar 10 tahun yang lalu, melalui perogram “Love Singapore 2001”. Pada tahun 1995, Lawrence Khong yang adalah Gembala Sidang Faith Community Baptist Church memperoleh visi untuk menjangkau populasi Singapura yang berjumlah 4 juta orang dengan berita Injil. Dia berencana: (1) mendorong persatuan di antara gereja-gereja, (2) melayani masyarakat dengan tindakan yang nyata, (3) memulai sel-sel doa di setiap blok-blok berpenduduk padat di Singapura, (4) mengadakan 7 tahap kampanye penginjilan di tahun 2001, dan (5) menghimbau agar setiap gereja Kristen di Singapura untuk mengadopsi kelompok-kelompok yang belum terjangkau. Hingga hari ini, sekitar 100 dari 300 gereja-gereja di Singapura telah menggabungkan diri dalam visi tersebut, dan sekitar 400 gembala sidang menghadiri pertemuan tahunan Prayer Summit. 50.000 orang percaya mengambil bagian dalam lomba lari yang berlangsung baru-baru ini, dan hasil dana yang terkumpul disalurkan ke berbagai lembaga amal Kristen maupun non Kristen. Sebagai tambahan, ‘Love Singapore Fund’ (Dana Cinta Singapura) juga dimulai, yang dikumpulkan oleh gereja-gereja untuk membantu orang-orang pengangguran atau membutuhkan dari semua kalangan agama.
Contoh di atas menunjukkan adanya tindakan iman yang dilakukan, sehingga gereja menjadi berkat bagi sekitarnya. Oreang-orang mengalami lawatan dan jamahan Tuhan, kemudian berbalik dan bertobat, serta datang kepada Tuhan Yesus Kristus.
Penutup
Tuhan Yesus Kristus – Sang Kepala Gereja – juga menghendaki agar gereja-gereja di Indonesia termasuk Gereja Isa Almasih Pringgading terus mengalami pertumbuhan dan perkembangan, bukan dengan meniru gereja lain, melainkan berpedoman pada pimpinan Roh Kudus sendiri melalui hamba-hamba-Nya. Jangan menjadi penonton saja, melainkan ikutlah dalam gerekan Roh Kudus yang luar biasa bagi Gereja-Nya.
Mulailah berdoa bagi gereja kita, memberitakan Injil melalui perkataan dan perbuatan kita, memberikan yang terbaik dari harta kita untuk misi dan penginjilan, serta menaruh kepedulian padaa masyarakat di sekitar kitta yang membutuhkan.(PFS)
Kepustakaan:
- Peter C. Wagner (1979), Gereja Saudara Dapat Bertumbuh (terj.). Malang: Penerbit Gandum Mas.
- Peter C. Wagner (1999), Gempa Gereja! (terj.). Jakarta: Nafiri Gabriel.
- Peter C. Wagner , ed. (2001), Gereja-gereja Rasuli Yang Baru. Jakarta: Yayasan Pekabaran Injil “Immanuel”.
- Internet
Sumber: http://petrusfs.com/2011/09/12/pertumbuhan-gereja-di-singapura/