Di suatu pagi yang cerah, Tampak seekor rubah muda berjalan gontai tanpa tujuan. Dia sangat terkejut ketika tiba-tiba ekornya terjepit perangkap pemburu. Rubak itu berusaha melepaskan ekornya sekuat tenaga, tapi semakin ia mencoba, semakin kuat perangkap itu menjepit ekornya. Hari sudah hampir sore, sayup-sayup dia mendengar suara anjing pemburu di kejauhan. Semakin lama, semakin yakin ia mendengar suara anjing, dan dia tahu bahwa pemburu sedang mendekat untuk melihat hasil tangkapan perangkap yang ia pasang.
Rubah yang naas itu berpikir cepat. Dia harus memilih, apakah ia akan mati ditangan pemburu itu atau ia harus kehilangan ekornya. Dengan cepat ia menarik ekornya sekuat tenaga hingga akhirnya ia berhasil melepaskan diri, Ia harus rela meninggalkan ekornya yang indah dalam perangkap. Tepat sebelum anjing-anjing pemburu itu tiba, ia berlari terbirit-birit masuk ke dalam hutan. Dia berlari melintasi sungai agar jejaknya tidak diikuti oleh mereka.
Rubah itu sangat bersyukur karena telah selamat dari perangkap pemburu sehingga untuk beberapa lama ia tidak begitu merasa kehilangan ekornya yang indah. Tetapi ketika ia sedang minum di sungai yang jernih, ia menatap dirinya dan menyadari kenyataan pahit. Ekornya yang indah telah hilang. Betapa aneh dan jeleknya ia sekarang. Dia sangat sedih, membayangkan betapa binatang lain, terutama sesama rubah, akan menertawakannya. Dia lalu berlari ke hutan yang sepi dan bersembunyi di balik semak-semak yang rimbun.
Tetapi seperti layaknya seekor rubah, ia punya banyak akal. Setelah lama berpikir, ia merasa mendapatkan ide yang gemilang. Ia sangat yakin dengan idenya itu.
Pagi sekali ia sudah berada diantara sekumpulan rubah, Dan sebelum mereka sempat menanyakan apa yang terjadi dengan ekornya, ia lalu berpidato. "Kalian tentu tidak bisa membayangkan bagaimana enaknya dan bebasnya kita tanpa punya ekor," katanya meyakinkan. "Aku tidak tahu kenapa aku bisa tahan dengan ekor yang panjang dan berat itu selama ini. Sekarang aku merasa sangat bebas dan ringan tanpanya. Benar-benar sensasi yang luar biasa dan baru kali ini aku merasakannya!" "Tapi apa yang terjadi dengan ekormu?" tanya seekor rubah dengan terkejut. "Apa yang terjadi?" ulang si rubah muda itu. "Tentu saja aku memotongnya! Ekor itu terlalu panjang dan terlalu berat, dan selalu terseret seret di tanah dan kotor. Aku untuk pertama kalinya merasa sangat nyaman, dan aku menyarankan agar semua mengikutiku membuang ekor konyol itu sekarang juga, untuk selamanya!" "Dan kamu mengira kita semua percaya bahwa kamu benar-benar memotongnya?" seekor rubah tua bertanya dengan pelan, dan tampaknya dia tidak mudah percaya. "Kenapa tidak?" jawab si rubah muda dengan nada tinggi dan meyakinkan. "Benda yang mengganggu itu selalu saja tersangkut pada sesuatu, dan ..." Pada saat itu nenek rubah yang sudah tua tertawa terbahak-bahak. Dan dengan sekejap semua rubah yang lain tertawa bersamanya, semakin keras dan semakin keras. Rubah muda itu tidak tahan lagi, dia berlari masuk ke dalam hutan menahan rasa malu juga jengkel. "Kita harus mengasihani anak itu, dia sudah sangat menderita" kata seekor rubah jantan tua yang bijak, walaupun yang lain masih tertawa terbahak-bahak dan tidak mendengarnya.
Pesan Moral Dongeng Fabel Rubah Muda dan Ekornya adalah : Janganlah berbohong hanya untuk menutupi kekurangan kita. Dan jangan menjerumuskan orang lain untuk mengikuti kesalahan yang telah kita lakukan. Akan lebih bijak jika kita mengingatkan orang lain agar tidak mengikuti kesalahan yang sama, seperti yang pernah kita lakukan. Jadikan pengalaman pahit kita sebagai pelajaran yang bermanfaat untuk orang lain.